Assalamu alaikum warahmtullohi wabarakatu
Salam Blogger ;;)
Ini adalah drama hasil coretan " Muhammad Radhi Siriwa ", yang mengandung banyak hal-hal yang mungkin berguna bagi kelangsungan hidup sebagai mahkluk sosial yang bermoral dan berbudi pekerti yang baik.
Selamat membaca, dan belajar :)
Salam Blogger ;;)(::
Yang
halal dan mulia
Pada
suatu hari, hidup seorang anak Sekolah menengah pertama (SMP) yang memiliki
sifat yang buruk, dia tinggal bersama ayahnya yang bekerja sebagai pedagang
bubur gerobak.
Pada
suatu hari, di mana burung-burung masih berkicau dan mentari terbit dari ufuk
timur, sesuatu terjadi di suatu rumah yang sudah seperti gubuk.
Asri : “Ayah, datang ke
sini ayah, ada yang ingin aku katakan pada ayah”.
Ayah : “Iya, ada apa
nak, apa yang ingin kamu katakan ?”.
Asri : “Jangan pernah lagi menjual bubur ayah itu
di sekolah saya, aku malu tau, jika aku melihat ayah lagi menjual di sekolah
saya, saya tidak segan-segan untuk pergi dari rumah ini”.
Ayah : “Astagfirullah, Asri, kenapa kamu berkata
begitu nak, apa yang salah dengan pekerjaan ayah, ini kan pekerjaan yang mulia”.
Asri : “Pokoknya, aku tidak ingin lagi melihat
ayah menjual bubur sialan itu, aku mau pergi
ke sekolah dulu, Assalamu alaikum”.
Ayah : “Iya nak, hati-hati
di jalan, waalaikum salam”.
Di sekolah Asri belajar dengan tenang,
sampai bel berbunyi, tanda istirahat, Asri melihat ayahnya menjual bubur lagi
di sekolahnya, dan kelihatannya bubur itu laku dibeli oleh para siswa.
Asri :”Sialan
tuh orang tua, tidak punya telinga kali, kan aku sudah beritahu tadi pagi bahwa
jangan menjual bubur lagi di sekolah”.
Asri mulai tidak tenang dan memilih pergi ke
kantin untuk berkumpul bersama teman-temannya.
Asri : “Halo guys, pada
lagi ngapain nih ?”.
Teman : “Ini nih, katanya Shanti, ayahnya baru pulang dari Swiss dan dia
membeli banyak sekali jam tangan yang keren-keren, jadi kami ingin minta ke
Shanti jam tangan itu, sebagai oleh-oleh”.
Asri : “Apa
Bener itu Shanti ? apakah ayahmu baru pulang dari luar negri ?”.
Shanti : “Iya dong, ayahku kan seorang
pejabat yang kerjanya studi banding keluar negri, ayahku mah, hebat sekali”.
Teman : “Wah, asyik dong, punya ayah
seperti ayahnya Shanti, apa yang kita mau pasti dibeliin, enak bener hidupmu
Shanti”.
Asri : “Iya,
kalau gitu aku minta satu juga yah”.
Shanti : “Oke sipp, besok aku bawakan jam
tangan itu ke kalian, supaya kalain juga tau betapa hebantnya ayahku”.
Di dalam hati, Asri sangat kecewa memiliki
ayah seorang pedagang bubur gerobak. Setelah itu, bel masuk pun bunyi, dan 2
jam kemudian bel pulang berbunyi.
Asri : “Sampai
dirumah gue labrak tuh orang tua sialan”.
Setelah sampai di rumah, dia langsung masuk
ke dapur, dan terlihat ayahnya sedang menghitung uang hasil jualan.
Ayah : “kamu sudah pulang nak,
alhamdulillah kamu selamat. Lihat ini, ayah untung besar jika menjual di
sekolah kamu”.
Asri : “( membuang uang itu ), kan aku
sudah katakan ke ayah, bahwa jangan menjual bubur di sekolahku lagi, apakah
ayah tuli ? dasar orang tua tak berguna, aku malu ayah, aku malu”.
Ayah : “Kenapa
kamu malu nak ? apa salahnya pekerjaaan ayah ini ?”.
Asri : “Dasar
bodoh, itukan pekerjaan orang miskin”.
Ayah :
“Kan kita memang orang miskin, kita tidak boleh malu, yang kita harus lakukan
adalah berusaha mencari rezeki, bukannnya malu”.
Asri : “Jangan basa-basi, lihat tuh
ayah dari Shanti, baru pulang dari luar negri, dia membawa oleh-oleh jam tangan
lagi. Seandainya ayahku itu ayahnya Shanti”.
Ayah : “Anak durhaka kamu, apapun yang
kamu katakan, ayah tetap bersih keras untuk tetap berjualan bubur ayam”.
Asri : “Oke,
terserah, aku malu punya ayah seperti kamu”.
Setelah itu, hari pun berlalu, sekarang
sudah pagi dan waktunya untuk pergi ke sekolah lagi. Tanpa berpamit Asri pun
pergi ke sekolah.
Asri : “Bodoh
amat, pamit ama ayah miskin”.
Sesampainya di sekolah, Asri terkejut
melihat teman-temannya yang berkumpul membicarakan sesuatu. Dengan rasa ingin
tahu yang besar, Asri pun bertanya.
Asri : “Heh, ada apa ini ? apa yang
kalian bicarakan, keliatannnya seru banget”.
Teman : “Gini,
kamu tau ayah Shanti pejabat kan ?”.
Asri : “Iya,
kan baru kemaren dia pulang dari studi banding di Swiss”.
Teman : “Dia terjangkit kasus korupsi, dia
ketangkap basah sedang bertransaksi di kantornya, sampai-sampai berita ini jadi
headline di koran loh”.
Asri : “Ahh ? aku tidak percaya, kan
selama ini Shanti membicarakan yang baik-baik terus tentang ayahnya, kok bisa ?”.
Teman :” Kamu tau kan, jaman sekarang
pejabat tidak korupsi itu berarti ngak gaul dan mubazir ( sambil membesarkan
suaranya dan menatap kepada Shanti )”.
Asri : “Ayah
koruptor aja dibangga-banggakan, Ahmad Fathanah loe Shanti”.
Guru : “Heh ada apa ini ? Kok kamu
mengatai Shanti sebagaiAhmad Fathanah, kan Ahmad Fathanah itu kan koruptor”.
Teman : “Yahh, kan ayah Shanti juga
koruptor, berarti anaknya juga calon koruptor”.
Guru :” Heh, kita tidak boleh memvonis
prilaku seseorang dengan melihat ayahnya, mungkin Shanti mempunyai ahklak yang
baik, minta maaf kalian ke Shanti”.
Teman :” Maafkan yah
Shanti”.
Asri : “Maafkan
yah Ahmad Fathonah, ehh, salah, maksudku Shanti”.
Shanti : “Iya,
aku maafkan kok”.
Tak terasa bel pulang pun berbunyi, setiap
siswa dijemput oleh orang tuanya. Sesampai di rumah, Asri sangat merasa
bersalah, dan minta maaf ke ayahnya.
Asri : “Ayah, maafkan Asri, Asri
Khilaf, ayah, kumohon ayah memaafkan anakmu ini”.
Ayah : “Iya
nak, ayah maafkan, apa yang membuat kamu sadar ?”.
Asri : “Asri sadar, bahwa orang dinilai
bukan karena orang tuanya tetapi karena prestasi yang ditunjukannya. Asri
bangga punya ayah walaupun cuman penjual bubur yang penting halal dan mulia”.
Ayah : “Aku
sayang kamu nak, jangan diulangi lagi yah”.
~Selesai~
0 komentar:
Post a Comment